Sabtu, 18 September 2010

Karakteristik MasaLah Remaja

            Remaja adalah masa yang penuh permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu, di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja Stanley Hall. Menurut Stanley, masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress).
Menurut Erickson, masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja. Yaitu identity diffusion/confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini, juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja. Yaitu: kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan; ketidakstabilan emosi; adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup; adanya sikap menentang dan menantang orangtua; pertentangan di dalam diri yang sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orangtua.
Selanjutnya, adanya kegelisahan karena banyak hal diinginkan dari remaja yang tak sanggup mereka penuhi; kecenderungan senang bereksperimentasi; senang bereksplorasi; mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan; serta kecenderungan membentuk berkegiatan kelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat. Termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial.
Beberapa permasalahan remaja yang muncul, biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja sendiri. Berikut ini beberapa permasalahan utama yang kerap dialami remaja.

  • Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik, banyak dirasakan oleh remaja di masa awal mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertas (remaja tengah dan akhir), permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki, yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisik dirinya dengan orang lain, maupun idola-idola mereka.
Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine dan Smolak (2002) menyatakan, 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya. Khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
Dalam sebuah penelitian juga ditemukan hampir 80% remaja mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisik dirinya (Kostanski and Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini, sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptif.
Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat menjadi pertanda awal munculnya gangguan makan, seperti anoreksia atau bulimia (Polivy and Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan, tak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja, penyebab terbesarnya adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan bereksplorasi.
  • Alkohol dan Obat Terlarang
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walau usaha untuk menghentikannya sudah digalakkan, tapi banyaknya kasus penggunaan narkoba sepertinya tak kunjung berkurang.
Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/NAPZA, yang kemungkinan alasan-alasannya berbeda orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan ini: karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, dan kompensasi.
Selain itu pengaruh sosial dan interpersonal, termasuk kurangnya kehangatan dari orangtua, supervisi, kontrol dan dorongan juga mempengaruhi. Termasuk pul penilaian negatif dari orangtua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orangtua.
Pengaruh budaya dan tata karma juga kerap menjadi alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba. Seperti memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan terhadap standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dan lain-lain.
Ada juga pengaruh interpersonal. Termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, buruknya kemampuan copying, dan lain-lain.
Selanjutnya, permasalahan cinta dan hubungan heteroseksual. Juga permasalahan seksual, hubungan remaja dengan kedua orangtua, dan permasalahan moral, nilai, dan agama dapat menjadi alasan mereka mengkonsumsi narkoba.
Lain halnya dengan pendapat Smith dan Anderson (dalam Fagan, 2006). Menurutnya, kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko, dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002).
Ada tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja: Salah satunya akibat berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus, yang akan memunculkan perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love), berupa luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan, bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur, seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tapi, tidak semua emosi ini positif.
Penelitian yang dilakukan Bercheid dan Fei menemukan, cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi, dibanding permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love), atau yang sering disebut cinta kebersamaan. Yaitu munculnya keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberinya kasih sayang. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja, berkisar pada masalah bagaimana kemampuan mereka mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan tidak, adanya “ketidaknormalan” yang dialami terkait organ-organ reproduksi, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
Di antara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja dan dapat mempengaruhi hubungan orangtua dengan remaja adalah: pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orangtua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari. Seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, atau urusan merapikan kamar tidur. Konflik-konflik semacam ini jarang menimbulkan dilema utama, dibanding penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.
Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orangtua memperlakukan mereka yang otoriter. Atau sikap orangtua yang terlalu kaku dan tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orangtua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral, yang membuat mereka bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambil.
Walau di dalam keluarga sudah ditanamkan nilai-nilai, tapi remaja akan bingung ketika menghadapi kenyataan bahwa nilai-nilai tersebut ternyata sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-teman maupun lingkungan.
Pengawasan terhadap tingkah laku remaja oleh orang dewasa, sulit dilakukan karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting, agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika orangtua maupun guru tidak mendampingi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar